Senin, 22 Maret 2010

Pengukuran Kinerja

Untuk menentukan kinerja organisasi perlu dilakukan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja adalah bagian dari analisa atau diagnosa terhadap proses untuk mengidentifikasi aktivitas mana yang diprioritaskan untuk diperbaiki. Pengukuran kinerja merupakan suatu mekanisme untuk menghubungkan kebijakan peningkatan produk atau proses yang dikembangkan oleh manajemen ke dalam tindakan pada suatu level organisasi (Bond, 1999). Menurut Pandangan tradisional, pengukuran kinerja adalah untuk memonitor kinerja bisnis dan mendiagnosa penyebab dari masalah. Amaratunga dan David ( 2002) menyatakan bahwa fungsi utama dari sistem pengukuran kinerja adalah untuk mengontrol operasi dalam organisasi. Dalam model umpan balik klasik, para manajer mengatur kinerja dengan monitoring output dan kemudian menyesuaikan input untuk mencapai suatu target dibanding mengendalikan suatu tugas dengan mempertimbangkan semua elemen data yang diperlukan untuk menguraikan status dari sistem (Bond, 1999). Terdapat beberapa kelemahan dari kerangka kerja dalam pengukuran kinerja yang ada, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Medori dan Steeple (2000) dalam Anderson dan Rodney (2004) yaitu ketidakjelasan dalam mengenali ukuran yang sesuai untuk digunakan dalam pengukuran kinerja. Meskipun banyak hal yang dapat diukur tetapi lebih penting untuk mengukur hal yang spesifik dan relevan (Denton, 2005).

Benchmarking

Pryor and Katz (1993) dalam Yasin (2002) menyatakan bahwa Benchmarking merupakan suatu proses untuk mengukur kinerja terhadap perusahaan yang terbaik dalam kelasnya, kemudian menggunakan analisis untuk memenuhi dan melebihi perusahaan tersebut. Menurut Partovi (1994) benchmarking adalah pencarian praktek terbaik industri yang mengarah kepada kinerja yang sangat baik apabila praktek-praktek tersebut diterapkan. Allan (1997) dalam Elmuti dan Yunus (1997) mendefinisikan benchmarking sebagai proses identifikasi dan pembelajaran dari praktek terbaik dimanapun di dunia. Selanjutnya Allan juga menyatakan bahwa benchmarking adalah proses dimana perusahaan-perusahaan mencari hal-hal terbaik di dalam industri, dan mencoba meniru cara dan proses mereka. Hal ini membantu organisasi untuk menentukan hal-hal apa saja yang harus mereka lakukan dengan lebih baik lagi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa esensi dari benchmarking adalah proses pengidentifikasian standar terbaik dari produk, jasa atau proses, dan melakukan perbaikan yang dibutuhkan untuk mencapai standar tersebut, yang disebut “best practices”. Benchmarking dapat dipergunakan dalam berbagai industri, baik jasa dan manufaktur. Perusahaan-perusahaan melakukan benchmarking karena berbagai alasan. Alasan bisa umum, seperti peningkatan produktivitas atau bisa spesifik, seperti peningkatan desain tertentu. (Muschter, 1997 dalam Elmuti dan Yunus,1997). Alasan-alasan yang digunakan pada dasarnya merupakan upaya organisasi dalam rangka perbaikan kinerja. Berdasarkan hal tersebut, maka metode Benchmarking dapat digunakan untuk melakukan analisis perbaikan kinerja.
Aplikasi Benchmarking dalam perbaikan kinerja telah banyak dilakukan. Di mulai pada akhir 1970 oleh Xerox Corporation yang memutuskan untuk membandingkan operasional perusahaannya dengan L.L. Bean yang memiliki produk yang berbeda namun memiliki karakteristik fisik yang sama (Tucker et. al. (1987) dalam Elmuti dan Yunus (1997)). Oleh karena itu, pengelompokan organisasi yang memiliki karakteristik yang serupa perlu dilakukan sebelum proses benchmarking. Pengelompokan organisasi yang memiliki karakteristik yang serupa dapat dilakukan dengan menggunakan metode clustering. Salah satu metode clustering adalah Fuzzy subtractive clustering. Metode tersebut menggunakan algoritma yang tidak terawasi untuk menentukan cluster yang belum diketahui berapa jumlah cluster yang akan dibentuk (Kusumadewi dan Hari, 2004). Hasil yang dicapai melalui penerapan best practices dari L.L. Bean adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas (Tucker et. al., 1987 dalam Yasin, 2002). Setelah menemukan kualitas standar bagi kebutuhan Xerox sendiri, Xerox mengawali tren terbesar dalam dunia bisnis dewasa ini (McNair and Leibfried,1992 dalam Elmuti dan Yunus,1997 ). Perkembangan konsep benchmarking dapat diklasifikasikan ke dalam lima generasi (Ma’arif dan Hendri ,2003) yaitu 1) reverse engineering; 2) competitive benchmarking; 3) Process benchmarking; 4) Strategic benchmarking; dan 5) Global benchmarking. Organisasi atau perusahaan yang berbeda memiliki metoda benchmarking sendiri, namun apapun metode yang digunakan, langkah-langkah utamanya adalah sebagai berikut : 1) pengukuran kinerja dari varibel-variabel kinerja best-in-class relatif terhadap kinerja kritikal, seperti biaya, produktivitas, dan kualitas; 2) penentuan bagaimana tingkat-tingkat kinerja dicapai; dan 3) penggunaan informasi untuk pengembangan dan implementasi dari rencana peningkatan (Omachonu dan Ross, 1994 dalam Elmuti dan Yunus,1997).

Perbaikan Kinerja Organisasi

Kinerja merupakan kunci bagi organisasi untuk keluar dari krisis yang dihadapi. Perubahan lingkungan organisasi yang dinamis dan kompleks menyebabkan seluruh organisasi yang bergerak disektor bisnis maupun sektor publik harus meninjau ulang cara pandang dan perilaku dalam mencapai kinerja yang lebih baik. Sink dan Thomas (1989) menyatakan bahwa kinerja organisasi merupakan suatu fungsi hubungan timbal balik yang kompleks antara tujuh kriteria yaitu 1) Efektivitas, 2) Efisiensi, 3) Kualitas, 4) Produktivitas, 5) Kualitas dari kehidupan kerja, 6) Inovasi, dan 7) Profitabilitas. Menurut laporan hasil survey Ernst & Young dalam Harrington (1995) tentang studi daya saing organisasi di Amerika Serikat berdasarkan faktor-faktor posisi pasar, organisasi-organisasi yang berdaya saing tinggi adalah yang mempunyai 1) kualitas yang relatif lebih baik, 2) biaya yang relatif lebih rendah, 3) harga yang relatif lebih tinggi dikombinasikan dengan penurunan biaya, dan 4) pangsa pasar yang relatif lebih besar. Meskipun organisasi berbeda satu sama lain, namun organisasi yang berbeda juga serupa dalam beberapa hal. Organisasi dari berbagai jenis ( besar maupun kecil, profit maupun non-profit, dll), pada umumnya mempunyai permasalahan dan tantangan serta peluang yang menyebabkan perbaikan kinerja organisasi menjadi penting untuk dilakukan.
Perbaikan kinerja didefinisikan oleh LaBonte (2001) sebagai proses yang digunakan secara sistematis untuk mengidentifikasi gap kinerja, meneliti sebab utama, memilih dan merancang tindakan, mengukur hasil, dan memperbaiki kinerja secara berkesinambungan. Beberapa faktor yang mendorong prakarsa perbaikan kinerja menurut Enos (2000) yaitu 1) kompetisi , menghadapi kompetisi yang keras di seluruh dunia maka perbaikan kinerja adalah suatu persyaratan untuk tetap eksis, 2) meningkatnya pengetahuan dan permintaan pelanggan juga pengarah pada kebutuhan untuk perbaikan kinerja pada organisasi, 3) perubahan teknologi yang cepat, sering menyebabkan organisasi merasakan kebutuhan yang mendorong pada perbaikan kinerja, dan 4) meningkatnya ketersediaan pengetahuan, yang meliputi informasi tentang pelanggan atau pasar dan ceruk pasar, kompetisi, atau pengetahuan tentang para pemasok atau teknologi yang baru, sering menghasilkan suatu pendorong yang kuat untuk mempelajari pengetahuan ini dan mengintegrasikannya ke dalam kinerja.

Kamis, 11 Maret 2010

Quality Benchmarking Deployment (QBD).

Salah satu metode sistematis untuk mengidentifikasi, memahami, dan secara kreatif mengembangkan pelayanan untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah metode benchmarking.Benchmarking merupakan alat pertama dan terutama dalam perbaikan, yang dapat dicapai melalui cara membandingkan dengan organisasi lain yang mempunyai strategi yang lebih unggul dalam bidang-bidang tertentu. Watson (1993) menyebutkan bahwa benchmarking merupakan proses mengukur dan membandingkan secara sinambung atas proses-proses bisnis, untuk mendapatkan informasi yang akan membantu upaya organisasi tersebut memperbaiki kinerjanya. Tipe benchmarking berdasarkan siapa yang akan dijadikan pembanding (Watson,1993) : 1) Benchmarking Internal : perbandingan antara departemen, unit, cabang atau negara dengan perusahaan atau organisi yang sama; 2) Benchmarking Kompetitif : perbandingan langsung dari perfomansi atau hasil perusahaan sendiri dengan pesaing terbaik seperti suatu manufaktur dengan produk yang sama atau pelayanan yang sama; 3) Benchmarking Fungsional : perbandingan suatu proses atau fungsi dengan perusahaan bukan pesaing dalam industri yang sama/yang menggunakan teknologi yang sama; 4) Benchmarking Generic : perbandingan proses sendiri dengan proses terbaik di sekitar, tanpa memperhatikan industri. Salah satu metode kuantitatif untuk membantu perusahaan dalam proses kompetitif benchmarking adalah Quality Benchmarking Deployment (QBD).
Metode QBD didasari oleh proses benchmarking yang terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, analisis, integrasi, dan aksi. Titik awal dari QBD adalah keinginan dan kebutuhan dari pelanggannya (disebut “suara pelanggan”). Oleh karena itu, Hsiu-Li Chen (2001) menyatakan bahwa QBD membangun benchmarking dari suara pelanggan. Adapun langkah-langkah dalam membangun QBD menurut Hsiu-Li Chen (2001) adalah : 1) Memasukkan pelanggan, keinginannya, serta tingkat kepentingannya untuk masing-masing karakteristik yang diinginkan pelanggan; 2) Melakukan analisis untuk setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan berdasarkan karakteristik jasa yang ada serta jasa dari partner benchmarking untuk semua dimensi kualitas yang dinyatakan; 3) Mengidentifikasi karakteristik teknis yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan . Hal ini memberikan respon teknik untuk setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan, yang sering disebut sebagai apa (WHAT’s) yang dibutuhkan pelanggan (customer requirement). Kebutuhan teknik ini disebut sebagai HOW’s (technical requirement). Keadaan ini menunjukkan bagaimana perusahaan akan memberikan respon terhadap apa yang diinginkan pelanggan; 4) Menggambarkan hubungan di antara setiap WHAT’s dan setiap HOW’s. Dalam beberapa kasus, suatu keinginan pelanggan mungkin menghasilkan kebutuhan teknik yang saling bertentangan; dan 5) Menilai derajat kesulitan dan menentukan nilai target dari setiap kebutuhan teknik (HOW’S) berdasarkan hasil aktifitas benchmarking. Nilai target ditentukan berdasarkan karakteristik teknik yang dilakukan oleh partner benchmarking.

Kinerja Organisasi

Saat ini, sebagian besar perusahaan atau organisasi dapat dipastikan telah menetapkan target yang ingin di capai pada tahun 2010. Di setiap awal tahun, semangat untuk menjadi lebih baik dan dapat mencapai target dapat dipastikan sangat tinggi, semua anggota organisasi berharap dapat melewati tahun 2010 ini dengan sebaik-baiknya dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagian besar organisasi menggunakan cara lama dalam menetapkan target … yang mengarah pada peningkatan kinerja.Berbagai alternatif upaya peningkatan kinerja biasanya juga telah teridentifikasi dengan baik, pilihan alternatif juga telah ditetapkan ..dan… beberapa persiapan telah dilakukan. Namun, kemungkinan besar masih banyak perusahaan atau organisasi yang hanya melakukan upaya peningkatan kinerja secara parsial (hanya menekankan pada partial activity-based programs).. dan berharap hal itu akan berdampak pada peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan dengan signifikan. Akibat dari upaya peningkatan kinerja secara parsial antara lain akan menimbulkan frustasi bagi anggota organisasi ..mengingat beban kerja yang dirasakan meningkat …namun ternyata hasilnya tidak memberikan impak secara signifikan. Oleh karena itu, apapun pilihan pendekatan (Balanced Score Card, ISO 9001 : 2000, Prism, Malcolm Baldrige, Six Sigma ..dan lainnya) yang digunakan dalam Sistem Manajemen Kinerja Organisasi harus dipastikan bahwa sistem yang dipilih adalah Sistem Manajemen Kinerja yang efektif.
Sistem Manajemen Kinerja yang efektif dapat dibangun dengan mengarahkan peningkatan kinerja pada bottom line organisasi (seperti peningkatan ROIC atau ROCE, eliminasi pemborosan dan reduksi biaya terus-menerus, peningkatan service level dan sebagainya), dengan demikian program-program peningkatan kinerja yang dilakukan mestinya berorientasi pada business results. Selain itu, ukuran-ukuran kinerja kunci (key performance measures) harus berkaitan satu sama lain antar divisi, departemen, atau fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi. Dengan demikian, upaya peningkatan kinerja menjadi terintegrasi dan memberikan impak yang signifikan pada business results.